Selasa, 6 Agustus 2013

LIPUTAN KHUSUS : Florikultura Butuh Komitmen Kepala Negara

Selama manusia masih menyenangi keindahan, selama itu pula industri florikultura tetap tumbuh.

Demikian yang terungkap dari wawancara dengan Gregorius Granadi Hambali, penyilang tanaman hias di Bogor, Jabar.

Bagaimana kondisi florikultura saat ini ?

Kalau melihat potensinya Indonesia merupakan negara yang mempunyai plasma nutfah dan sumberdaya genetik yang beragam dan melimpah terutama tanaman-tanaman yang memiliki nilai jual tinggi. Tapi mereka (pelaku usaha) belum banyak yang memanfaatkannya. Padahal sumber plasma nutfah yang melimpah ini adalah sumber bagi pengembangan industri florikultura secara keseluruhan di Tanah Air.

Berbeda dengan negara tetangga kita yang getol memanfaatkan potensi sumber florikulturanya. Kita ini negara kaya tapi tidak pernah memanfaatkan secara maksimal dan ini memalukan. Jadi buat apa plasma nutfah banyak tapi tidak pernah dimanfaatkan? Tapi pemanfaatannya juga harus jelas, yang sudah terseleksi dan memiliki nilai ekonomis. Kalau bisa, tanaman hias kita yang ada sekarang ini bisa menghasilkan devisa yang besar.

Berarti ada peluang yang bagus juga untuk industri ini ke depan?

Dari zaman dulu sampai sekarang peluangnya ada, tinggal bagaimana memanfaatkannya. Keindahan ini ‘kan merupakan bagian dari kehidupan manusia secara umum. Jadi tidak mungkin industri ini akan hancur.

Dan kalau dicermati, bisnis di industri florikultura ini juga mendukung berkembangnya usaha lain di antaranya benih dan bibit tanaman, industri pupuk, alat alat pertanian dan juga mesin-mesinnya, jasa dan lain sebagainya. Inilah yang harus juga dilihat pemerintah.

Saat ini, pemerintah masih kurang akomodatif pada bisnis florikultura. Terlihat dari masih lamanya mengurus dokumen untuk tanaman yang dijual ke luar negeri. Seringkali masalah perlindungan plasma nutfah jadi alasan. Padahal mereka juga sering melihat pembabatan hutan untuk keperluan lain tanpa ada kepedulian pada penyelamatan plasma nutfahnya.

Apa yang akan terjadi jika kita terlalu lambat?

Demand kita akan diisi orang luar kalau kita tidak siaga dan lambat. Sekarang ini industri florikultura bisa dikatakan lesu. Tapi suatu saat nanti akan bangkit lagi dengan ragam tanaman yang bisa dikatakan lebih baik dan lebih indah lalu terjadi lagi permintaan tanaman hias.

Yang penting lagi, jangan hanya bisa mendatangkan tanaman dari luar negeri saja karena itu akan merusak pasar dalam negeri. Apalagi jenis tanaman tersebut aslinya berasal dari Indonesia.  Kita harus terus mengembangkan dan mempersiapkannya untuk memenuhi permintaan tersebut. Kalau tidak, kita hanya bisa melihat dan menjadi konsumen saja.

Manfaatkan pasar lokal, seperti saat ini, yaitu pas lebaran, akhir tahun permintaan pasarnya tinggi untuk jenis tanaman yang berbunga dan beraroma. Inilah yang harus direspon oleh supplier lokal.

Seberapa mendesaknya varietas baru ini bagi pasar?

Adanya varietas baru akan memberikan dampak postif bagi perkembangan industry ini. Kejenuhan akan salah satu jenis tanaman harus bisa diganti dengan varian baru agar tidak membosankan. Misalnya tanaman hias bunga menghasilkan variasi warna lain atau aroma wangi dan lain sebagainya.

Ibaratnya, nurseri itu mini market yang bisa menyediakan tak hanya satu barang saja. Kalau pun hanya satu barang tentunya ditunjang variasinya yang beragam. Caranya dengan melakukan persilangan. Kembali lagi dengan adanya persilangan ini tentunya plasma nutfah pun turut terjaga.

Celah pasar yang bisa digarap dan tanaman apa yang masih banyak diminati?

Tanaman berbunga, harum, dan berdaun indah, tanaman untuk reboisasi, penghijauan, urban forest, lansekap, konservasi dan lain sebagainya.

Era pemerintahan ‘kan berganti, bagaimana pandangan Anda terhadap kebijakan masing-masing pemerintah pada florikultura di Tanah Air?

Saya kira siapapun pemerintahnya, sama saja. Semua tergantung komitmen terutama kepala negaranya. Jadi kepala negara tak hanya sekadar memiliki ketertarikan saja terhadap perkembangan florikultura ini tapi juga memprakarsai untuk perkembangannya, memberikan regulasi yang baik, sarana pendukungnya untuk berkembang.

Pada era Pak Karno sebenarnya sudah melakukan promosi terhadap florikultura Indonesia dengan memberikan tanaman hias ke beberapa kepala negara lain. Beliau ‘kan mempromosikan keragaman hayati Indonesia.

Di era Pak Harto misalnya, Bu Tien sebagai Ibu Negara (florikultura) mendapatkan dukungan penuh. Bahkan saat itu dibangun Taman Anggrek yang sekarang menjadi Mal Taman Anggrek, tapi kemudian dipindah ke Taman Mini Indonesia Indah dengan nama Taman Anggrek Indonesia Permai.

Sedangkan pada era setelah itu adalah kepedulian Ibu Negara Mufidah Jusuf Kalla yang tertarik pada tanaman hias, khususnya anggrek. Bahkan setelah tidak menjabat pun diimplementasikan dengan membangun nurseri yang bagus. Beliau juga membantu memberikan bibit anggrek ke petani untuk dikembangkan dan kemudian hasil panennya beliau yang membelinya.

Kita butuh pemimpin negara yang seperti itu, memiliki kekuatan politik, memanfaatkannya untuk memajukan florikultura juga agribisnis secara keseluruhan.

Tri Mardi Rasa

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain