Kamis, 4 Juli 2013

Corn Belt Perlu Diselaraskan dengan Master Plan Daerah

Pengembangan corn belt ini, jelas Fadel, perlu diselaraskan dengan Master Plan Pengembangan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3I). Antar-pemerintahan di wilayah corn belt juga harus membikin masterplan bersama. “Investasi harus ditanggung bersama antarpemda yang berada dalam satu kawasan corn belt.

Di samping itu, diperlukan pengaturan pola tanam dan panen bersama. Termasuk, penetapan harga regional corn belt. “Sedangkan pembangunan infrastruktur harus diselaraskan antarpemda untuk mendukung corn belt,” tandas Fadel dalam seminar nasional bertajuk Pengembangan Corn Belt Untuk Pakan di Indonesia yang diadakan oleh Tabloid AGRINA, Kamis, (4/6) di Menara 165 Convention Center, Jakarta..

Tentu, perlu ada dukungan kebijakan pemerintah. Dukungan itu, menurut Fadel, antara lain adalah kemudahan investasi; ditetapkannya kredit program yang mendukung pembangunan corn belt (infrastruktur, sarana, prasarana); kemudahan penyediaan lahan bagi investor yang mau ikut berbudidaya; dan penyiapan pengolahan dan industri (pemanfaatan hak guna usaha atau HGU yang terbengkalai/izinnya berakhir).

“Perlu pula mengatur keran impor yang mendukung berkembangnya produksi jagung dalam negeri. Juga diperlukan adanya dukungan pendanaan dari semua kementerian terkait,” ujar Fadel.

Menurut Prof.Dr.Ir. Hj.Winarni Monoarfa, M.S., Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Gorontalo, pengembangan jagung di Indonesia itu lebih tepat disebut Program “Corn Island’’. Sebab, kondisi  agroekologi  dan sosial budaya sangat bervariasi, sehingga dapat dibentuk kluster berdasarkan pulau yang lebih seragam permasalahannya, misalnya Sulawesi Corn Island , Sumatera Corn Island. “Program Corn Belt di Amerika itu karena kondisi agroekologi areal jagung di Amerika  relatif seragam,” kata Winarni.

Dalam upaya peningkatan produksi jagung nasional ini, tambah Winarni, perlu ada program Konsolidasi Lahan Nasional. Sebab, akibat adanya fraksionasi lahan telah menyebabkan rendahnya kepemilikan lahan di masyarakat. “Hal ini berdampak pada inifesiensi penerapan teknologi dan peningkatan capaian produksi nasional,” tandasnya.

Di samping itu, Winarni juga menegaskan perlu adanya kluster pengembangan jagung yang disesuaikan dengan masalah dan potensi wilayah di Indonesia. Kemudian, alokasi anggaran APBN harus disesuaikan dengan kluster tersebut. “Jadi, alokasi APBN untuk setiap provinsi akan berbeda sesuai kluster yang ada,” paparnya.

Dan jangan dilupakan, tambah Winarni, upaya mendorong pemanfaatan jagung transgenik melalui penyesuaian atau perbaikan regulasi pemerintah terkait hal ini.

Tri Mardi Rasa, Syaiful Hakim, Renda Diennazola, Windi Listianingsih, Ratna Budi Wulandari

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain