Kebutuhan daging impor untuk pengusaha industri daging olahan yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Industri Pengolahan Daging atau National Meet Processing Indonesia (NAMPA) memperkirakan setiap satu semester butuh 20 ribu ton daging atau 40 ribu ton per tahun. kebutuhan ini diluar kuota impor daging nasional tahun ini yang hanya 80 ribu ton.
Ketua Nampa Ishana Mahisa berharap Pemerintah bisa menambah kuota impor daging khusus pada industri. Jika ragu mengenai jumlahnya, Pemerintah bisa menugaskan surveyor independen untuk menghitung berapa sebenaranya kebutuhan industri. “Tetapi berdasarkan survei yang ada sebelum ini, rata-rata kebutuhan daging industri 20 ribu ton per semester. NAMPA sendiri membutuhkan 17 ribu ton per semester,” kata Ishana Mahisa, disela acara seminar yang diadakan oleh Koran Jakarta Post tentang 'Beef Imports: Quota Issues Under the WTO' di Jakarta, Selasa (25/6).
Ishana meminta agar kuota daging untuk industri olahan dipisahkan dari kuota untuk konsumsi. “Harapan kami kuota alokasi daging sapi untuk bahan baku industri dipisahkan, tidak masuk dalam perhitungan kuota daging sapi nasional. Sebab sebenarnya kuota nasional itu merupakan hitungan untuk kebutuhan konsumen langsung pengguna,” katanya.
Menurut dia, pemisahan kuota untuk kebutuhan industri sudah berlaku pada komoditas lain seperti gula dan beras/ketan pecah. “Terbukti dengan cara itu industri hilir tepung ketan dan beras jadi maju,” kata Ishana.
Ishana menambahkan, kebutuhan daging untuk industri sangat spesifik. Selain itu, pasoknya juga harus berkelanjutan dan tidak boleh terputus. Ia meragukan kebutuhan itu dapat dipasok oleh produksi sapi local, mengingat peternak sapi di dalam negeri umumnya berskala kecil atau kepemilikannya hanya 1-2 ekor dan belum berskala industry.
“Ini tidak bisa memenuhi kebutuhan industri yang besar, Apalagi produk peternak kecil tidak bisa untuk memasok kebutuhan ke industri, karena industry menerapakan standar yang baku, tracebility, dan tentunya harus secara kontinyu,” papar Ishana.
Tri Mardi Rasa