Persyaratan halal yang ditentukan oleh Indonesia terhadap produk asing khususnya hasil dari peternakan tidak melanggar ketentuan dalam World Trade Organisation (WTO). Alasannya, pertama sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim, Indonesia berhak melindungi kepentingan masyarakatnya dengan memberlakukan kebijakan “halal” bagi produk hewan segar dan olahan yang diedarkan di Indonesia.
Kedua, agama merupakan tuntunan moral bagi penganutnya, karena itu persyaratan “halal” yang bertujuan melindungi keyakinan masyarakat Islam, termasuk dalam pengertian “to protect public morals” dari Pasal XX (b) General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994. “Ketiga, Indonesia tak pernah melarang pemasukan produk ayam ke wilayah Indonesia asalkan dijamin kehalalannya,” tegas Halida Miljani, Mantan Duta Besar RI Untuk WTO mengemukan dalam acara seminar nasional bertajuk “Ayam Halal, Tuntutan Kebutuhan Masyarakat Indonesia” di Bogor, Rabu (29/5).
Demikian pula, tambah Halida, kebijakan ASUH tak melanggar ketentuan WTO yang menyatakan, pembatasan impor dan ekspor hanya bisa dilakukan melalui instrumen tarif, karena, pertama, meskipun persyaratan ASUH bersifat non-tarif dan mungkin berdampak pembatasan pada perdagangan (impor/ekspor), tapi kebijakan ini telah sesuai dengan Perjanjian “Sanitary and Phytosanitary Measures” (SPS).
“Preambul Perjanjian SPS, antara lain, menyatakan anggota WTO tak dihalangi bila menetapkan dan menegakkan peraturan yang diperlukan untuk melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan dengan syarat peraturan-peraturan ini tak dilaksanakan dengan cara yang bersifat diskriminasi, dan tak merupakan restriksi terselubung terhadap perdagangan internasional,” papar Halida.
Jadi, setiap anggota WTO berhak mengambil kebijakan/tindakan yang diperlukan untuk melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, hewan dan tanaman sepanjang tak menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam perjanjian SPS.
Selain Perjanjian SPS, tambah Halida, hal serupa juga dimuat dalam Pasal XX dari GATT 1994 yang menyatakan bahwa dengan syarat tidak diberlakukan secara diskriminasi dan tidak merupakan restriksi perdagangan internasional yang terselubung, negara anggota tidak dihalangi bila memberlakukan kebijakan yang diperlukan, antara lain (a) untuk melindungi moral publik; (b) melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Tri Mardi Rasa, Syaiful Hakim